Sabtu, 27 Juni 2009

Info

Hello ‘netters..., semoga khabar baik menyertai anda selalu. ‘netters saya mohon maaf baru bisa muncul lagi setelah beberapa waktu belakangan ini disibukkan oleh “tugas negara” yang tidak mungkin saya tolak, mulai dari pelaksanaan eksperimen kecil untuk mencari bahan baku alternatif budidaya jamur, membantu beberapa peneliti mencari bahan baku obat yang berasal dari jamur, sampai kunjungan balasan ke daerah-daerah untuk menentukan kemungkinan dapat dikembangankannya budidaya jamur di daerah tersebut, hmm... keren..., lagaknya seperti orang penting saja...

‘netters, beberapa posting sebelumnya saya bercerita secara umum mengenai beberapa peluang yang ada di dalam rantai ekonomi wirausaha budidaya jamur dan cerita mengenai peluang usaha saya cukupkan dulu sampai disitu. Insya Alloh posting yang berikutnya saya akan mencoba mengajak ‘netters untuk mengenal lebih jauh dan lebih mendalam bagaimana proses budidaya jamur. Well ‘netters..., don’t go anywhere... wait for my next posting…

Kamis, 14 Mei 2009

Peluang usaha pada rantai distribusi jamur

’netters..., walaupun budidaya Jamur Tiram sudah banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di daerah Sukabumi, Cianjur, Cipanas, Bogor, Lembang, Yogyakarta, Dieng, Malang, dan beberapa daerah lainnya, namun kenyataannya kebutuhan pasar terhadap Jamur Tiram tidak pernah terpenuhi. Sebagai contoh, dari hasil wawancara saya secara informal dengan beberapa Pengumpul dan Pedagang Besar di beberapa pasar induk, total produksi Jamur Tiram dari daerah Lembang sebagai sentra produksi Jamur Tiram terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 5 – 7 ton per hari ditambah produksi Jamur Tiram dari daerah-daerah lainnya di Jawa Barat sebesar ± 2 ton per hari, tidak pernah mencukupi permintaan pasar terhadap Jamur Tiram dari beberapa pasar induk, seperti pasar induk Caringin di Bandung, pasar induk Tanah Tinggi di Bekasi, pasar induk Cipondoh di Tangerang dan pasar induk Kramatjati di Jakarta yang totalnya mencapai 15 ton. Itu baru berbicara mengenai permintaan dari kota Bandung, Bekasi, Jakarta dan Tangerang, belum lagi permintaan dari kota-kota lainnya di Jawa Barat. Kondisi permintaan pasar yang besar dan pasokan yang kurang hal ini menyebabkan harga pasaran Jamur Tiram cukup tinggi dan relatif stabil dibandingkan dengan harga pasaran komoditas pertanian yang lainnya. Bahkan permintaan pasar terhadap Jamur Tiram dari hari ke hari cenderung semakin membesar, hal ini disebabkan karena Jamur Tiram sudah dikenal luas oleh masyarakat sebagai bahan pangan yang memiliki banyak khasiat menurunkan kadar kolesterol, mencegah tumor, menurunkan resiko terkena kanker, dan lain-lain.

‘netter…, saya melihat ada tiga kelompok peluang usaha pada rantai distribusi jamur tiram, yaitu kelompok pedagang pengumpul yang memasok jamur tiram dari petani budidaya ke pedagang kecil/besar atau lebih sering disebut sebagai penyalur, kemudian kelompok pedagang kecil/besar baik di pasar tradisional maupun pasar induk yang menjual langsung jamur tiram ke pembeli, dan yang terakhir adalah kelompok pedagang yang mengekspor jamur tiram ke luar negeri baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan. ’netters..., saya sudah pernah menjajaki ketiga kelompok peluang usaha ini hanya sekedar untuk mengetahui mekanisme dan potensinya saja. Semuanya sangat potensial, tergantung kepada anda calon wirausahawan di titik mana anda akan ikut ambil bagian dalam rantai aktifitas ekonomi ini.

Dari ketiga peluang usaha ini, yang relatif mudah dan tidak banyak memerlukan modal adalah peluang usaha sebagai pedagang pengumpul. Modal yang terbesarnya adalah membina hubungan baik dan kepercayaan dengan para petani budidaya. Hal ini sangat penting karena petani budidaya tidak akan memberikan jamurnya bila kredibilitas kita diragukan. Disamping itu kita juga perlu membina hubungan baik dengan sesama pedagang pengumpul, agar bila suatu saat kita mengalami kekurangan stok, kita bisa meminta stok dari sesama pedagang pengumpul dan juga sebaliknya. ’netters..., beberapa tahun yang lalu saya pernah mencoba menjajaki daerah pemasaran yang baru yang masih langka pemainnya, saya memasarkan jamur tiram ke kota Sumedang, Kadipaten, Majalengka, Kuningan dan Cirebon. Kaya gimana sih caranya...? Pagi-pagi sekali saya datangi beberapa petani budidaya dan membeli jamur tiram secara cash, sebagian dari mereka heran dengan pembelian secara cash ini karena biasanya pembayaran yang dilakukan oleh bandar adalah keesokan harinya atau per tiga hari atau per minggu. Hal ini saya lakukan karena saya pikir sebagai pemain baru tentu tidak akan mudah begitu saja mendapatkan jamur selain membeli secara cash, disamping itu karena saya juga sedang berusaha membina hubungan baik dan kepercayaan dari petani budidaya. Malam harinya saya berangkat membawa 75 kg jamur yang dibungkus dengan plastik masing-masing seberat 5 kg. Tujuan pertama adalah pasar tradisional di Sumedang, saya mendatangi beberapa los sayuran dan menawarkan untuk konsinyasi atau titip jual, mengenai harga jual jamur per kilogramnya saya serahkan kepada pedagang disana. Sengaja saya tidak memberikan harga dasar jamur per kilogramnya, karena saya ingin mengetahui seberapa besar daya beli konsumen di setiap tempat. Demikian seterusnya untuk kota-kota yang lain, sambil tidak lupa saya memberikan nomor telepon agar bisa berhubungan. ’netters..., ada hal menarik ketika saya sampai di kota Kuningan yang sebenarnya bukan target saya, waktu itu masih pagi karena kelelahan saya dan sopir istirahat di depan sebuah pasar. Jamur tiram masih tersisa 10 kg, sopir bilang,”Kang, kita jual saja sisanya disini...?”, saya bilang ”Terserah kamu...”. Tanpa ragu-ragu sopir membuka terpal dan mengeluarkan jamur tiram dari bungkusnya, sengaja dia menggelarkan jamur tiram sampai menutupi hampir seluruh permukaan bak mobil pick-up yang kami gunakan. Pasar semakin ramai tapi belum satu orangpun yang membeli, kebanyakan hanya bertanya jenis jamurnya. Saya yakin mereka belum mengenal betul jamur tiram dan mungkin takut jamur beracun. Karena perut sudah ikut berbicara terus..., saya mengambil dua rumpun jamur tiram ukuran besar dan menyerakannya ke tukang mie rebus yang mangkal disebelah. Saya pesan dua porsi mie rebus dan minta pada penjualnya agar menambahkan jamur tiram tersebut sebagai sayurannya. Hmm...lezaaat..., sarapan pagi mie rebus dengan jamur tiram..., tapi... busyeet deh..., serasa jadi selebritis... saya dan sopir makan sambil dikelilingi orang-orang..., ditonton bro... kikuk juga rasanya... Hampir setengah jam setelah saya beres sarapan orang-orang belum bubar juga, heran... Setelah saya tanya mereka, rupanya mereka sedang mengamati apa saya keracunan atau tidak. Saya jelaskan bahwa jamur tiram adalah jamur yang dibudidayakan dan tidak beracun, malah menyehatkan karena dapat menurunkan kadar kolesterol, mencegah tumor, menurunkan resiko terkena kanker, dan lain-lain. Saya pun melakukan demostrasi lain, saya ambil beberapa rumpun jamur tiram dan meminta tukang gorengan membuatkan ’bala-bala’ (bakwan) jamur tiram, saya persilakan mereka yang ingin mencicipi enaknya jamur tiram. Hmm... dalam sekejap mereka berebut. ’netters..., setelah mereka mendapat penjelasan dan mencoba rasa gurihnya jamur tiram, mulailah mereka berebut membeli jamur tiram yang digelar..., tidak sampai 15 menit jamur tiram ludes laris manis terjual dengan harga yang tidak tanggung-tanggung tiga kali lipat lebih mahal dari harga biasanya. ’netters..., sambil pulang saya sempatkan untuk singgah di pasar-pasar yang semalam saya datangi dan minta sopir untuk pura-pura jadi pembeli hanya sekedar untuk mengetahui berapa harga jual tamur tiram yang saya titipkan. Sepanjang perjalanan pulang tidak henti-hentinya saya menerima telepon dari pemilik los sayuran yang minta dikirim jamur tiram lagi dengan jumlah yang lebih banyak, harga jual yang mereka tawarkan pun membuat saya sangat puas. Tapi ada juga pemilik los sayuran yang nakal, mereka bilang jamur tiram yang saya titipkan terjual tapi harganya yang sangat murah, padahal saya sudah tahu harga jual yang sebenarnya dari sopir, sang detektif. Keesokannya saya coba memasok jamur tiram lebih banyak lagi, khusus untuk pedagang yang nakal tidak saya pasok lagi tapi saya tawarkan ke pedagang yang lain. Keuntungan yang didapatkan dari peluang usaha pada rantai distribusi ini sangat menjanjikan, hanya anda harus tahan mental dan punya strategi tersendiri karena anda langsung berhubungan dengan aktifitas perekonomian di pasar dan berhadapan dengan berbagai macam karakter orang-orang.

’netters..., peluang usaha sebagai ekportir yang pernah saya jajaki hanya sebatas penjualan jamur tiram dalam bentuk olahan yaitu keripik jamur dan dodol jamur. Daerah pemasarannya baru dicoba di negara-negara Uni Emirate Arab dan Belanda. Itupun diawali dengan memberikan keripik jamur dan dodol jamur sebagai oleh-oleh para TKI yang akan berangkat ke negara tujuan masing-masing, yah.. itung-itung sebagai sampel. Tapi responnya lumayan cukup besar dan keuntungannya juga lumayan besar. Hanya kendala yang saya hadapi adalah saya harus mengantongi sertifikat uji mutu makanan yang diakui secara internasional, yang dikeluarkan oleh pihak yang kredibel dan hal ini tidak mudah serta membutuhkan modal yang cukup.

Senin, 04 Mei 2009

Breaking News

’netters..., hari Minggu kemarin (19/04/09) fasilitas produksi dan budidaya jamur tiram yang saya kelola di Desa Panyandaan Kecamatan Jambudipa – Cisarua Lembang mendapat kunjungan tiga orang tamu, yang seorang adalah pemuda yang baru lulus sarjana dan yang dua orang adalah bapak-bapak dari perusahaan minyak dan gas yang akan pensiun dalam waktu dekat. Ketiga tamu saya ini bermaksud mencari informasi dan menjajaki peluang wirausaha budidaya jamur tiram. Yang menjadi latar belakang utama pemuda menjajaki peluang wirausaha ini adalah sulitnya mencari lapangan kerja, sementara yang bapak-bapak adalah mencari sumber penghasilan baru bila mereka sudah pensiun nanti.

Dan seperti biasanya diskusi dengan tamu-tamu ini diawali oleh pertanyaan-pertanyaan mereka seputar apa dan bagaimana wirausaha budidaya jamur tiram. Agar lebih jelas dan bisa menyaksikan sendiri kondisi real-nya, sambil berdiskusi saya mengajak tamu-tamu ini berkeliling ke beberapa tempat produksi dan budidaya jamur tiram yang tersebar di Cisarua Lembang sehingga mereka bisa langsung tanya-jawab dengan para pelaku usaha budidaya jamur tiram disana. Mereka sangat antusias terlebih setelah saya menerangkan bahwa peluang usahanya bukan hanya satu yaitu budidaya jamur tiram, tetapi banyak peluang usaha lain yang masih berhubungan dengan budidaya jamur tiram, seperti peluang usaha pada rantai pemasok, rantai distribusi dan rantai pembeli. Setelah lelah berkeliling..., akhirnya diskusi dilanjutkan di rumah karena panggilan alam alias perut keroncongan sudah tidak bisa ditahan lagi...

’netters..., banyak hal-hal menarik yang terungkap selama pertemuan hari Minggu kemarin, namun yang paling utama adalah pertama, untuk terjun memulai wirausaha budidaya jamur tiram mereka khawatir terhadap resiko yang cukup besar tetapi sekaligus tertarik dengan potensi keuntungan yang tinggi; kedua, keterbatasan waktu yang mereka miliki mengingat mereka masih terikat oleh kegiatan-kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan; ketiga, kapan mereka harus mulai merintis wirausaha; keempat, saya menangkap keengganan mereka untuk mempelajari dari awal bagaimana proses budidaya jamur tiram.

’netters..., banyak orang yang tidak menyadari bahwa sebenarnya resiko berwirausaha (apapun bentuk dan jenis wirausahanya...!) sangat kecil dibandingkan dengan resiko naik mobil atau bahkan naik sepeda...!. Anda tahu mengapa demikian...? Jawabannya sederhana sekali..., resiko terberat mengendarai mobil atau bahkan sepeda adalah kehilangan nyawa. Lho ko bisa...?! Ya bisa dong..., kalau mengalami kecelakaan anda beresiko bisa kehilangan nyawa dan sayangnya nyawa yang hilang tidak bisa dicari lagi..., tetapi kalau anda berwirausaha resiko terberatnya hanya kehilangan uang atau investasi anda dan enaknya uang masih bisa anda cari atau dapatkan lagi... Para calon wirausahawan biasanya lebih takut kehilangan uang atau bangkrut daripada kehilangan nyawa, seolah-olah bangkrut itu adalah akhir dari segalanya, anda akan jatuh miskin, melarat, tidak bisa makan, dll, dll. ’netters..., singkirkan anggapan-anggapan seperti itu dari kepala anda..., yang perlu anda lakukan adalah menginvestasikan uang anda dengan cermat. Kaya gimana dong...? Berdasarkan pengalaman saya selama ini dalam menjalankan beberapa jenis wirausaha, maka khusus bagi anda yang baru akan mulai merintis wirausahanya saya sarankan jumlah maksimum uang yang anda investasikan untuk wirausaha adalah 30% dari total uang yang anda miliki. Hal ini ditujukan agar kehidupan perekonomian interen anda tidak terlalu terganggu dan tetap berjalan walaupun terjadi gejolak-gejolak dalam wirausaha yang anda bangun. Investasikanlah uang tersebut dengan bijaksana dan realistis sehingga dapat mencakup seluruh pengeluaran wirausaha dari A sampai Z. Bangunlah wirausaha dari yang kecil kemudian anda kelola hingga menjadi besar, daripada membangun wirausaha yang besar dan beresiko kehabisan modal.

’netters..., sebenarnya banyak orang yang ingin mulai membangun wirausaha budidaya jamur tiram tapi terkendala oleh keterbatasan modal ataupun waktu yang mereka miliki, baik karena sibuk dengan pekerjaan, urusan rumah tangga, sekolah dan lain-lain. Itu semua sebenarnya bukanlah halangan bagi anda untuk memulai wirausaha jika anda sudah memiliki motivasi. Hal ini bisa ditanggulangi, seperti misalnya dengan membentuk kelompok usaha budidaya jamur tiram dengan pola kemitraan. Beberapa wirausahawan bergabung membentuk suatu kelompok, mementukan siapa ketua kelompok, sekretaris, bendahara dan supervisor. Kemudian merekrut tenaga kerja lokal sebagai pengelola di lapangan. Membangun/mengontrak kumbung budidaya jamur sekaligus membeli baglog jamur tiram untuk mengisinya. Proses pemeliharaan baglog, panen dan pemasaran dilakukan oleh pengelola lapangan. Kemudian pengelola lapangan melaporkan hasil panen/pendapatan per hari melalui situs atau blog di internet. Sehingga semua anggota kelompok usaha budidaya jamur tiram dapat memonitor perkembangan usahanya kapanpun dan dimanapun nonstop 24 jam. Untuk menjamin tidak terjadinya penyelewengan, Supervisor dapat melakukan cross check kepada pembeli pengumpul (bandar) sekaligus menerima pembayaran secara periodik dari bandar. ’netters..., saya sudah membidani beberapa kelopok wirausaha dengan konsep seperti ini dan hasilnya cukup memuaskan, hal ini terlihat dengan ekspansi usaha yang mereka lakukan.

’netters..., kira-kira kapan saatnya yang tepat untuk mulai membangun wirausaha? Jawabannya semakin cepat anda mulai merintis wirausaha akan semakin baik, karena kesempatan yang terbaik tidak selalu terulang dalam waktu yang dekat. ’netters..., saya punya satu cerita menarik yang mungkin dapat memperkaya wawasan dan memotiwasi anda untuk mulai merintis wirausaha. Sebut saja Pak Sabar (beliau tidak ingin disebutkan nama sebenarnya), seorang wirausahawan muda yang memulai bisnisnya pada tahun 2005 dengan menjadi pengumpul (bandar) kecil-kecilan. Praktis tidak terlalu besar modal yang harus disiapkan mengingat dia hanya mengambil hasil panen jamur dari beberapa petani budidaya kemudian mengantarkannya ke pedagang di beberapa pasar tradisional. Kesesokannya kegiatan yang sama dia lakukan sambil menerima pembayaran kiriman jamur yang sebelumnya. Pak Sabar mengutip beberapa ratus rupiah per kilogram jamur sebagai ongkos jasanya kemudian membayarkan sisanya kepada para petani. Kegiatan Pak Sabar ini kurang mendapat dukungan kedua orangtuanya, karena ibunya yang seorang guru sekolah menengah serta bapaknya yang seorang pegawai swasta mengharapkan Pak Sabar untuk bekerja menjadi pegawai negeri, namun Pak Sabar tetap pada keyakinannya untuk berwirausaha. Pasang – surut menjadi bandar kecil-kecilan dialami Pak Sabar, sampai suatu saat tahun 2007 dia tidak mendapat jamur untuk di distribusikan karena petani memilih bandar yang sanggup menampung hasil panen jamur dalam jumlah yang besar. Dengan modal seadanya dan ketekunan yang dia miliki, akhirnya Pak Sabar beralih menjadi petani budidaya dan memasarkan sendiri jamur hasil penenannya. Usahanya berkembang semakin pesat dan mulai memberanikan diri mengontrak kumbung-kumbung jamur untuk lebih memperbesar lagi usahanya. Sekarang Pak Sabar mantap menjalankan wirausahanya dengan 18 orang pekerja, dua buah mobil pick-up sebagai armada distribusi dan satu mobil Kijang Innova terparkir di rumahnya yang cukup megah, yang dia beli semuanya secara cash. Di lain pihak, sebagai dampak pengurangan tenaga kerja diperusahaan pada tahun 2008 bapaknya Pak Sabar terkena PHK, perekonomian keluarga pun hanya ditopang oleh pendapatan ibunya Pak Sabar yang relatif kecil. Pertengahan tahun 2008 kedua orangtua Pak Sabar meminjam uang ke bank dengan mengagunkan rumahnya, seluruh uang pinjaman diinvestasikan mengikuti jejak anaknya. Namun sebelum investasi tersebut menghasilkan keuntungan, Yang Maha Kuasa telah memanggil bapaknya Pak Sabar. Kini yang tertinggal hanyalah kewajiban membayar cicilan ke bank dan bangunan kumbung jamur yang belum selesai. ’netters..., saya yakin dari cerita tersebut anda dapat mengambil kesimpulannya.

’netters..., mungkin anda bertanya ”Kenapa semua peluang usaha itu tidak digarap saja sendiri..., kan enak bisa cepet kaya tuh...!” (pengennya sih gitu...). ’netters.., saya hanya bisa menjawab saya punya dua tangan, dua kaki, satu kepala dan 24 jam sehari, artinya saya juga manusia (bukan rocker saja yang manusia...he...he..he..) yang memiliki keterbatasan baik fisik, waktu, modal dan lain-lain. ’netters..., saya tidak merasa rugi atau takut tersaingi dengan berbagi / share kepada anda, peluang-peluang usaha yang cukup potensial dan sudah saya buktikan. Karena saya meyakini Yang Maha Kuasa sudah mengatur rizki setiap orang, selain itu anggap saja sebagai amal dan terima kasih saya atas rasa syukur nikmat yang sudah dikaruniakan Yang Maha Kuasa (ehhmm... alim...banget...). Siapa tahu apa yang sudah saya jelaskan bermanfaat dan dapat menjadi ide atau petunjuk bagi anda dalam membangun wirausaha (saya kan jadi dapat pahala buat tabungan nanti ke surga...., Amien... Ya Robbi Alamin...)

Rabu, 22 April 2009

Info

'netters..., bagi anda yang ingin berdiskusi melalui 'japri', jangan lupa sertakan alamat email anda.

Selasa, 21 April 2009

Peluang usaha pada rantai budidaya jamur

’netters..., peluang usaha pada rantai budidaya jamur tidak akan saya bahas secara dalam pada artikel kali ini, karena saya yakin ’netters sudah banyak yang tahu peluang usaha ini dari media-media masa yang belakangan sering meliput dan membahas topik tersebut. Namun perlu ’netters ketahui ada dua hal penting dalam usaha budidaya jamur menurut pendapat saya; pertama; apa yang dipublikasikan oleh media masa mengenai usaha budidaya jamur kebanyakan hanya membahas hal-hal yang indahnya saja, jarang sekali dibahas mengenai bagaimana keseluruhan konsep bisnisnya; kedua, usaha budidaya jamur termasuk dalam kategori usaha yang high gain - high risk artinya usaha budidaya jamur ini berpeluang memberikan keuntungan yang relatif sangat besar tetapi sekaligus juga beresiko tinggi, karena usaha budidaya jamur adalah agrobisnis dimana kondisi alam (iklim, suhu, kelembaban, cahaya, dll) sangat berpengaruh. (Terkecuali bila anda memiliki modal yang cukup besar untuk membuat climate chamber, sehingga budidaya jamur tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi alam).

Dari kedua hal yang saya kemukakan tersebut intinya adalah ’netters harus mempelajari dan menghitungnya dahulu secara cermat peluang usaha ini sebelum memutuskan untuk menekuninya. Tidak sedikit usahawan budidaya jamur yang tumbang di tengah jalan sebelum benar-benar merasakan keuntungannya. Kebanyakan dari mereka adalah new comer yang kurang memahami konsep bisnis budidaya jamur dan kurang sabar menjalaninya, karena budidaya jamur bukan suatu bisnis yang instan yang bisa menghasilkan keuntungan dengan cepat tetapi semuanya melalui proses. Ada kalanya dalam satu periode budidaya (kira-kira empat bulan) sangat menguntungkan, tetapi periode budidaya berikutnya justru merugikan. Dan..., tidak sedikit pula new comer yang berhasil, mereka itulah yang memang benar-benar entrepreneur sejati.

'netters..., semua resiko yang mungkin terjadi dalam bisnis budidaya jamur sebenarnya bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, semua resiko itu dapat diminimalkan. Hanya untuk dapat meminimalkan resiko tersebut perlu ketekunan, keuletan, kesabaran dan pantang menyerah serta jangan lupa sering-seringlah anda berdiskusi dengan para pelaku usaha budidaya jamur yang benar-benar menguasai baik teori maupun prakteknya. Hal ini penting dilakukan karena 90% ilmu yang bisa diterapkan dalam bisnis budidaya jamur diperoleh secara lerning by doing, sisanya dapat diperoleh dari buku-buku atau kursus-kursus. ’netters..., jadi siapkan diri anda secara matang baik lahir maupun batin bila anda ingin ambil bagian dalam usaha budidaya jamur yang penuh tantangan ini dan bersiaplah untuk menyongsong kesuksesan yang ada didepan anda.

Senin, 13 April 2009

Peluang usaha pada rantai pemasok (3)

Bahan Pendukung

’netters..., bahan baku pendukung di dalam agrobisnis jamur yang menggunakan baglog antara lain kapur (CaCO3), gipsum (CaSO4), plastik untuk baglog, plastik untuk packing jamur, majun (kapas sintetis) dan karet gelang. KemudianPln baku pendukung di dalam agrobisnis jamur yang menggunakan baglog antara lain kapur (CaCOanjur rusak dan akan membutuhkan w bagaimana peluang usaha bahan baku pendukung tersebut...? Jawabannya sama cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Misalnya kapur (CaCO3), di daerah Cisarua Lembang harganya Rp. 600/kg – Rp. 700/kg sementara di sentra produksi kapur di Padalarang yang tidak begitu jauh jaraknya harganya hanya Rp. 250/kg, sebuah rentang perbedaan harga yang cukup jauh, ini jelas sebuah peluang usaha. Demikian pula halnya dengan majun (kapas sintetis) harganya Rp. 5500/kg sementara di daerah Cigondewah Bandung dan di daerah Bale Endah Kab. Bandung harganya hanya Rp. 3500/kg.

Sekarang kalau plastik bagaimana...? ’netters..., supplier yang ’bermain’ di plastik sangat sedikit sekali mungkin hanya dua-tiga orang saja, hal ini disebabkan karena para ’pemakai’ plastik sangat fanatik dengan merek plastik tertentu dan akses ke pabrik plastik tersebut atau ditributornya masih merupakan ’black box’. Jadi kalau begitu plastik bukan peluang usaha yang menarik dong...! Eiiits..., tunggu dulu ’netters..., menghadapi kondisi seperti ini kita harus sedikit berimprovisasi dan berinovasi. Kalau ’netters pernah melihat proses pengantongan dan pengepresan baglog (sunda : ’ngadedel’) mungkin ’netters akan dapat ide. Serbuk kayu yang sudah dicampur dengan bahan-bahan lainnya dimasukkan kedalam kantong plastik kemuidan bagian bawah kantong plastik dilipat kedalam sehingga kantong plastik (baglog) tersebut berbentuk silinder dan dipadatkan dengan mesin pres atau secara manual menggunakan tangan dengan cara dipukul-pukul agar padat. Dari kegiatan tersebut, proses melipat bagian bawah plastik merupakan proses yang relatif agak sulit, disinilah improvisasi dan inovasi kita diperlukan.

’netters..., kita dapat merancang dan memesan plastik untuk baglog yang bagian bawahnya sudah terlipat sehingga proses pengantongan dan pengepresan akan semakin mudah dan hemat waktu. ’netters..., saya sudah pernah merancang dan memesan plastik seperti itu ke pabrik plastik di daerah Bandung Selatan, dari 100 kg plastik yang diberikan pabrik sebagai sampel, 25 kg saya bagikan ke beberapa rekan produsen baglog sebagai sampel. Siang harinya beberapa rekan produsen datang ke tempat saya berebut membeli sisa plastik sebanyak 75 kg, hmm... laris manis habis dalam hitungan menit. Hanya sayang ’netters..., untuk pesan plastik seperti itu pabrik menetapkan minimum order sebesar 2 ton dengan cara pembayaran 100% dimuka sementara modal yang saya miliki pun terbatas (mungkin karena pabrik belum percaya sama saya kali ya...). Nah... ’netters..., barangkali diantara anda ada yang tertarik dengan peluang usaha tersebut dan punya relasi dengan pabrik plastik yang dapat memberikan kebijakan yang lebih lunak, lumayan tuh...

Ok ’netters..., sampai ketemu lagi pada artikel berikutnya...

Minggu, 05 April 2009

Peluang usaha pada rantai pemasok (2)

Dedak

’netters..., bagaimana peluang usaha bahan baku yang lainnya seperti dedak? Jawabannya sami mawon... alias podo bae... tidak jauh seperti serbuk kayu. Demand-nya gimana...? Besar boss...!. Saya pernah melakukan riset kecil-kecilan, saya mewawancara sembilan orang supplier dedak di daerah Cisarua – Lembang pada waktu yang berlainan. Saya tanya mereka rata-rata dalam satu hari biasa memasok dedak berapa kuintal, jawabannya ada yang di bawah satu ton tetapi kebanyakan justru diatas satu ton. Setelah dihitung-hitung totalnya ke sembilan orang supplier tersebut, woaalaah... suatu angka yang fantastis..., total supply dedak per hari bisa mencapai 15 - 20 ton tergantung pada musimnya. Hmm..., benar tidak ya angka ini...?, dipikir-pikir kebutuhan dedak untuk saya sendiri kalau lagi berproduksi setiap harinya 1 – 1.5 ton, belum lagi produsen baglog jamur yang lainnya.

’netters..., kali ini untuk mengetahui dimana sumber-sumber penghasil dedak, saya langsung mendatangi pedagang besar beras di Pasar Induk Caringin – Bandung. Saya tanya langsung pemiliknya apa beliau juga menjual dedak, jawabannya pasti anda juga sudah bisa membayangkan, ”Teu aya..., kasep..., bageur..., peryogina seueur?, pami sakedik mah eta we satengah karung ewang sareng ’neng” sambil menunjuk karung kecil penuh dedak, hmm... ternyata ada fans juga di pasar... (ih... narsis banget...). Pemilik bilang kalau dia tidak menjual dedak, tapi kalau perlunya sedikit dia bersedia membagi dua dedaknya yang cuma sekarung kecil. Saya katakan kalau saya perlunya cukup banyak. Dari hasil ngobrol-ngrobrol dengan ibu pedagang besar beras, saya mendapatkan beberapa alamat penggilingan padi yang besar yang tersebar mulai dari Majalengka, Pamanukan, Subang, Cikampek, Kerawang, Garut, Tasik, Ciamis dan Cianjur. Akan memakan waktu yang lama kalau saya sendirian men-survei tempat-tempat itu. Akhirnya sekalian saja saya tawarkan pada ibu pedagang besar beras untuk kerjasama. Konsepnya seperti ini, kalau muatan beras truk tronton miliknya tidak penuh maka space truk yang kosong diisi dengan dedak. Sementara harga dasar dedaknya mengikuti harga pasaran di tempat penggilingan padi. Pokoknya saling menguntungkan dan tanpa mengganggu aktifitas utama beliau.

Setelah beberapa kali pengiriman, dihitung-hitung saya bisa menghemat Rp.100 – Rp.150 / kg dedak. Sekarang ’netters bayangkan..., kalau anda dapat meraih 20% saja pangsa pasar dedak di Cisarua – Lembang, maka dengan hitung-hitungan sederhana :

· Rp.100/kg x (20% x 15 ton) = Rp. 300.000

· Rp.100/kg x (20% x 20 ton) = Rp. 400.000

Penghasilan kotor anda berkisar antara Rp. 300.000 - Rp. 400.000 / hari. Tanpa anda harus melakukan pekerjaan yang sangat berat. ’netters..., memang kenyataannya tidak selalu semudah seperti yang saya ceritakan, sering juga truk pengangkut tidak membawa dedak karena penuh dengan beras atau berat dedak tidak sesuai dengan kenyataannya setelah kita timbang. Tapi hal itu bukan suatu merupakan halangan kan? Itu semua bisa kita antisipasi dengan menyewa tempat untuk penampungan dan menjalin kerjasama yang baik dengan beberapa pedagang beras lainnya atau langsung dengan pemilik penggilingan padi.

Jumat, 03 April 2009

Peluang usaha pada rantai pemasok (1)

Hello ’netters...,

Mudah-mudahan kabar baik selalu menyertai anda semua amien..., saya doakan...

Ok sesuai janji saya kemarin, mari kita lanjutkan obrolan kita seputar agrobisnis budidaya jamur.

’netters..., budidaya jamur berdasarkan media tanamnya secara umum dapat digolongkan ke dalam dua golongan : pertama, budidaya jamur kompos (mis. Jamur Merang (volvariella volvacea), Jamur Kancing/Champignon (agaricus bisporus), dll); kedua, budidaya jamur kayu (mis. Jamur Tiram (pleurotus ostreatus), Jamur Shitake (lentinula edodes), Jamur Lingzhi (ganoderma lucidum), dll ).

Nah..., bahan baku dalam budidaya jamur khususnya jamur kayu antara lain serbuk kayu, dedak dan kapur. Bagaimana anda bisa menyikapi hal ini sebagai suatu peluang usaha? Sebenarnya tidaklah terlalu sulit, coba ’netters main dan jalan-jalan ke sentra budidaya jamur tiram di Cisarua – Lembang, lihat dan ngobrol-ngobrol dengan para pelaku usaha budidaya jamur tiram disana, anda ’capture’ bagaimana aktifitas ekonomi yang berlangsung. Saya yakin ’netters akan menemukan celah yang dapat menjadi peluang usaha. Salah satunya, adalah kendala sulitnya mereka mendapatkan bahan baku serbuk kayu dan dedak, apalagi kalau sedang musim hujan. Mengapa hal itu bisa terjadi?.

Serbuk Kayu

Kalau ’netters telaah lebih jauh dan melakukan riset sederhana akan didapatkan jawabannya : pertama, pelaku usaha budidaya jamur tiram jumlahnya ratusan; kedua, supplier serbuk kayu jumlahnya sedikit hanya beberapa orang saja bisa dihitung dengan jari tangan; ketiga, ketersediaan serbuk kayu yang kian hari kian sulit didapatkan. Lalu dimana peluang usahanya..., wong sudah jelas sumbernya juga sulit..., orang aneh...? Sabar..., sekarang coba ’netters kaji lebih dalam lagi, demand terhadap serbuk kayu sangat besar itu sudah jelas, tetapi kenapa supply-nya sedikit tentu jawabannya karena serbuk kayu sudah semakin sulit dicari. Apa memang benar serbuk kayu sulit dicari?, rasa-rasanya tidak juga, logikanya selama pembangunan terus berlangsung kayu masih tetap diperlukan, artinya serbuk kayu pun tetap tersedia.

Kalau ’netters berkesempatan ’chit-chat’ dengan beberapa supplier serbuk kayu, mungkin ’netters akan tersenyum..., ternyata para supplier itu mendapatkan serbuk kayu dari penggergajian-penggergajian yang sama di daerah Cianjur, Jonggol, Subang, Garut dan Sumedang. Ya itulah..., lagi-lagi faktor ’latah’..., tidak mau susah..., sampai akhirnya tidak jarang terjadi rebutan serbuk kayu diantara mereka. Pernah beberapa waktu yang lalu saya berhenti memproduksi baglog bibit dan baglog budidaya untuk jamur tiram karena tidak ada pasokan serbuk kayu. Hal ini berdampak pada pasanan baglog bibit dan baglog budidaya tidak terpenuhi, akhirnya siklus budidaya yang dilakukan oleh petani pembeli produk saya pun bergeser, yang biasanya dalam satu tahun bisa dilakukan tiga sampai empat kali saat itu hanya dua kali saja.

Menanggapi kondisi ini akhirnya saya pun turun gunung jalan-jalan mencari solusinya. ’netters mau tau apa yang saya lakukan...?, saya masuk ke sebuah cafe di daerah Bandung Utara, saya pesan secangkir frappuccino dingin dengan float ditambah sepotong rum raissin cheese cake...hmm....mantraap...(ihh...orang aneh..., ini mau ngopi, mau dating apa mau nyari solusi...), tenang ’netters..., itu bagian dari usaha saya mencari solusi...biar pikiran rileks gitu..., lalu saya coba pinjam yellow pages sama pelayan dan mulai pencarian. Saya cari toko/pengecer/distributor dengan kata kunci ”kayu”, saya catat alamat dan nomor teleponnya, saya coba hubungi mereka dan bilang kalau saya perlu kayu dengan ukuran yang memang tidak lazim. Hasilnya...? mereka bilang coba pesan saja ke penggergajian, karena ukuran kayu yang saya butuhkan tidak ada dan simsalabim adakadabraa...!!, sederet alamat penggergajian muncul walaupun tidak lengkap..., hmm... tinggal saya kelompokan alamat tersebut berdasarkan daerahnya dan meluncur. Saya coba survei mencari penggergajian sampai ke pelosok-pelosok mulai dari daerah Wanayasa, Sagala Herang, Subang, Pamanukan, Panjalu, Pacet, Majalaya, Samarang, Salawu hingga ke Salopa, wah... ternyata masih banyak penggergajian yang belum digarap para supplier serbuk kayu. Saya miris melihat serbuk kayu yang menggunung dibakar pemilik penggergajian, buat mereka itu adalah sampah.

’netters..., ada cerita menarik sewaktu saya ada di daerah Salopa, begitu Pak Haji pemilik penggergajian (sunda : panggesekan) mendengar cerita kalau saya perlu serbuk kayu, beliau langsung sujud syukur dan bilang kalau bisa hari itu juga serbuk kayu saya bawa... (haahh....yang bener aja... tidak ada persiapan sama sekali...), Pak Haji sudah berulangkali diprotes warga dan diperingati oleh aparat desa karena asap dari pembakaran serbuk kayu yang mengganggu masyarakat..., akhirnya dengan empat truk dan satu truk tronton serbuk kayu diangkut ke Cisarua – Lembang. Pak Haji tidak mau saya bayar, malah kendaraan yang saya bawa beliau muati dengan satu tandan pisang, belasan butir kelapa, singkong, wajit dan aneka macam makanan tradisional...he..he..he..alhamdulillah....

’netters..., dari peristiwa itu saya mendapat hikmah yang lain, sebenarnya untuk menjadi supplier serbuk kayu tidak harus memiliki modal yang besar, cukup karung untuk serbuk kayu, sejumlah uang untuk biaya akomodasi dan bayar pekerja, dan yang terpenting adalah hubungan baik yang selalu dibina dengan pemilik penggergajian. Caranya gimana...?, kita drop karung-karung ke beberapa penggergajian dan langsung bayarkan uang ke pemilik penggergajian (biasanya Rp.1000 – Rp. 1500 / karung 75kg), minta pemilik penggergajian untuk menghubungi kita bila serbuk kayu jumlahnya sudah cukup untuk dikirim (satu truk 150 – 180 karung), jangan lupa minta pula pemilik penggergajian mencarikan truk kosong yang sedang dalam perjalanan pulang ke arah kota dan melewati daerah tempat budidaya jamur yang akan kita supply serbuk kayunya, sementara ongkos truk kita bayar di tempat tujuan. Kalau saya..., tiap dua minggu atau sebulan sekali ’silaturahmi’ ke pemilik penggergajian sambil bawa oleh-oleh ’jamur’ dan kalau ada makanan khas Bandung (seperti batagor, pisang molen, kue-kue... atau apa saja...) untuk dimakan bareng Pak Haji sekeluarga dan para pekerjanya...hmm...nikmat.., dijamin deh...serbuk kayu pun tidak akan dibakar lagi atau dijual ke orang lain. Tapi sayang karena kesibukan saya dalam beberapa kegiatan saya tidak bisa melakukannya lagi sekarang.

’netters..., serbuk kayu di daerah Cisarua – Lembang dijual oleh para supplier dengan harga mulai dari Rp. 3800/karung sampai Rp. 4500/karung, tergantung penuh tidaknya karung tersebut. Kebayangkan kira-kira berapa keuntungan bersih yang bisa diperoleh supplier setelah dipotong ongkos truk dan biaya lain-lain. Supplier pun tidak perlu menyiapkan lahan untuk penampungan, karena serbuk kayu bisa kapan saja dikirimkan langsung ke pembeli. Kebutuhan akan serbuk kayu sebagai bahan baku sangat besar, sebagai gambaran pemakaian serbuk kayu pada fasilitas produksi yang saya kelola, setiap harinya membutuhkan 1 – 2 truk serbuk kayu (itupun kapasitas produksi yang dipakai hanya setengah dari kapasitas produksi terpasang...), belum pelaku usaha yang lainya. Wah..., asyik juga yah jadi supplier serbuk kayu...!? Ya..., bagi anda yang mau dan punya motivasi yang kuat.

’netters..., bagaimana kalau serbuk kayu memang benar-benar sudah tidak ada lagi di jagat Indonesia kita tercinta ini...? Tenang..., tenang..., anda hubungi saya melalui

’japri’ dan saya akan buka ’primbon’ riset saya dulu (maklum lupa lagi...), saya sudah melakukan banyak eksperimen dengan bahan baku subtitusi dan memberikan hasil yang baik bahkan ada yang lebih baik lagi dibandingkan serbuk kayu.

Selasa, 31 Maret 2009

Perlunya kajian Kelayakan usaha

‘netters…, saya merasa concern untuk menjelaskan hal ini karena typical orang Indonesia yang ‘latah’. Begitu media masa mempublikasikan suatu peluang usaha dengan embel-embel investasi yang rendah tetapi keuntungan yang sangat tinggi, maka heboh berbondong-bondong orang terjun kedalam usaha tersebut tanpa banyak melalukan pertimbangan, evaluasi apalagi penelitian mengenai kelayakan usaha tersebut bagi mereka. Ujung-ujungnya terjadi booming dan pasar semakin jenuh yang pada akhirnya terjadi proses seleksi alam, banyak usahawan yang mulai berjatuhan dan hanya sedikit saja usahawan yang dapat bertahan yang mungkin memang memahami betul konsep bisnisnya. Sayang kan... kalau investasi yang sudah ‘netters tanamkan menjadi sia-sia. Oleh karena itulah nilai kelayakan usaha sangat penting bagi seseorang belum tentu layak bagi yang lain.

Nah…, ‘netters kenapa saya mengajak anda semua untuk melihat konsep bisnis budidaya jamur secara keseluruhan, tiada lain adalah agar ‘netters memiliki beberapa alternatif peluang usaha untuk dikaji dengan lebih mendalam, untuk memastikan bahwa peluang-peluang usaha tersebut memang benar-benar layak dijalankan dan menjadi suatu rencana usaha, baru kemudian ’netters tinggal memilih secara arif dan bijaksana kira-kira rencana usaha mana yang cocok untuk dijalankan dengan segala keterbatasan yang anda miliki saat ini.

Pengalaman saya..., dari sekian banyak peluang usaha yang dikaji paling banyak dihasilkan lima rencana usaha (business plan) yang layak ditindak-lanjuti dan dari lima rencana usaha tersebut mungkin hanya satu yang benar-benar dapat direalisasikan atau bahkan tidak ada sama sekali. Karena untuk merealisasikan rencana usaha tidak cukup hanya dengan ”status layak” dan modal yang tersedia saja, tetapi di pengaruhi juga oleh faktor-faktor lain seperti faktor intern dari calon wirausahawan itu sendiri misalnya motivasi dan mental yang kuat. Jadi jangan hanya satu peluang usaha saja yang dikaji, lebih banyak lebih baik. Gimana sekarang…,sedikit ada pencerahan…? atau semakin bingung... he...he..he...



Well... ’netters..., saya akan membahas beberapa peluang-peluang usaha pada rantai nilai jamur di artikel berikutnya..., so...just wait and don’t miss it...

Senin, 30 Maret 2009

Apakah benar bisnis budidaya jamur memang menguntungkan?

‘netters…, apabila anda simak di beberapa media cetak baik surat kabar maupun majalah ataupun di media elektronik baik televisi maupun internet, belakangan ini bisnis budidaya jamur tiram banyak diliput dan diberitakan sebagai bisnis yang memberikan keuntungan besar dan sangat potensial untuk dikembangkan. Bagaimana tidak, dengan hitung-hitungan sederhana, investasi yang relatif kecil, proses budidaya yang mudah, tidak perlu turun tangan secara langsung, dapat menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat. Sungguh suatu berita yang indah di era krisis ekonomi global seperti sekarang ini, pujangga bilang bagaikan semilir angin yang sejuk di kala terik panas matahari menyengat….hmm…segaaarrrrrr...

Apakah memang benar kenyataannya seperti itu?, Apakah sekecil itu resiko yang mungkin terjadi? Lalu bagaimana pasokan bahan bakunya?, Bagaimana proses pembuatan media tanamnya?, Bagaimana proses pemeliharaannya?, Bagaimana pemasaran hasil produksinya?, Setumpuk pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang mungkin muncul dalam benak anda setelah menyimak berita tersebut, dan sangat disayangkan jawabannya anda harus mencari sendiri…

Rantai nilai jamur

‘netters…, saya tidak ingin memanjakan anda oleh harapan-harapan yang belum jelas atau justru menyurutkan semangat anda untuk berwirausaha dengan penjelasan-penjelasan yang tidak ‘membumi’. Saya akan mencoba membantu ‘netters untuk memahami konsep bisnis budidaya jamur tiram secara keseluruhan berdasarkan realita pengalaman yang sudah saya alami, mari kita telaah bersama secara objektif.

‘netters…, kenyataannya wirausaha budidaya jamur memang tidak bisa dipandang secara parsial, karena wirausaha budidaya jamur menggambarkan aktifitas disepanjang rantai nilai jamur, mulai dari rantai nilai pemasok hingga rantai nilai pembeli, yang masing-masing memiliki peranan yang terkait satu dengan yang lainnya membentuk aktifitas ekonomi bersama. Bingung kan……?! Nah… coba ‘netters lihat gambar dibawah ini yang sudah lebih saya sederhanakan.


Kalau diibaratkan, wirausaha budidaya jamur adalah sebuah rantai yang cukup panjang yang terdiri dari rantai pemasok, rantai budidaya, rantai distribusi dan rantai pembeli. Setiap kotak berwarna yang ada dalam suatu rantai menggambarkan aktifitas-aktifitas ekonomi, jadi sebenarnya peluang wirausaha tidak hanya ada pada kotak Kelompok Tani pada rantai budidaya saja seperti yang banyak dipublikasikan oleh media masa sebagai bisnis budidaya jamur. Masih banyak peluang wirausaha pada kotak yang lain yang sama menariknya percayalah…

Minggu, 29 Maret 2009

Preface

Hello ‘netters…

Genap tujuh bulan lamanya saya kurang aktif sebagai ‘internetter’s apalagi posting artikel terutama sejak penutupan situs saya mengenai wirausaha budidaya jamur tiram. Posting artikel saya terakhir cukup ‘merepotkan’ provider, karena sangat banyak ’netters yang men-download pada waktu bersamaan dan jumlahnya membuat saya juga tercengang (mungkin karena artikelnya gratis kali ya…... he...he..he..), parahnya lagi kondisi tersebut sempat membuat server jam selama beberapa hari. Tidak heran kalau proses download jadi sangat lambat dan seringkali gagal. Akhirnya kena banned…ya sudah sekalian ditutup saja…

Lebih dari dua bulan kebelakang saya banyak mendapat email dari ‘netters melalui ‘japri ataupun ‘netters yang datang langsung ke fasilitas produksi dan budidaya jamur tiram yang saya kelola di Desa Panyandaan Kecamatan Jambudipa – Cisarua Lembang. Kebanyakan dari meraka adalah new comer yang tertarik dengan agrobisnis ini dan ingin mencoba terjun menjalaninya tetapi masih bingung harus mulai dari mana, apa dan bagaimana wirausaha budidaya jamur.

Baiklah… ‘netters…, melalui blog ini saya akan menjadi freedom writer… dan mencoba kembali untuk share dengan anda semua pengalaman-pengalaman saya dalam menjalankan wirausaha budidaya jamur tiram plus dengan artikel-artikel dan tips-tipsnya. Jangan lupa…, anda juga diminta agar bisa langsung aktif ikut berinteraksi memberikan komentar, pengalaman atau testimoni dalam blog ini…